Artikel ini dibuat oleh Dr. Agoes Hendriyanto, S.P., M.Pd – Pengajar & Pengamat Politik
Pacitan, KORANPELITA.CO – Politik uang menjadi masalah kronis dalam sistem demokrasi Indonesia, terutama dalam pemilu dan pilkada. Sejak reformasi, berbagai regulasi dan lembaga pengawas telah dibentuk untuk menangani pelanggaran ini, namun praktik politik uang masih terus terjadi di berbagai daerah. Masyarakat sering kali dihadapkan pada dilema moral, antara integritas dan kebutuhan ekonomi yang membuat mereka rentan terhadap iming-iming uang dari para kandidat.
Fenomena politik uang sering digunakan untuk mempengaruhi pilihan pemilih secara tidak langsung. Taktik ini merusak prinsip pemilu yang jujur, adil, dan bebas, serta mengancam keadilan dalam demokrasi. Kandidat yang mampu membeli suara sering kali memiliki keuntungan besar dibandingkan mereka yang berkompetisi secara etis dan berdasarkan kualitas kebijakan.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah, kapan politik Indonesia bisa sepenuhnya bersih dari politik uang? Jawabannya bergantung pada sejumlah faktor. Pertama, peningkatan kesadaran dan pendidikan politik di masyarakat. Pemilih yang cerdas dan memahami pentingnya memilih secara bijak akan lebih sulit dipengaruhi oleh uang. Kedua, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran politik uang oleh penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, harus ditingkatkan.
Selain itu, partai politik juga memiliki peran penting dalam menyeleksi calon yang bersih dan berintegritas. Kandidat yang terpilih bukan berdasarkan modal finansial, melainkan pada kemampuan dan visi mereka, akan mendorong terciptanya politik elektoral yang lebih sehat. Reformasi partai politik yang lebih transparan dapat membantu mengurangi praktik politik uang di akar masalahnya.
Namun, perbaikan sistem tidak akan cukup jika tidak ada perubahan budaya politik yang lebih luas. Para kandidat, partai politik, dan masyarakat harus bersama-sama memperbaiki budaya demokrasi yang tidak hanya melihat pemilu sebagai arena kekuasaan, tetapi sebagai proses memilih pemimpin yang terbaik. Dengan demikian, meski upaya menghapus politik uang mungkin masih panjang, langkah-langkah menuju perbaikan dapat dimulai dari sekarang. (*)