Artikel ini dibuat oleh Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu
KORANPELITA.CO – Pembiaran yang dilakukan oleh Presiden Jokowi atas upaya dan perjuangan keras oleh KSP Jendral Moeldoko untuk merebut Partai Demokrat adalah sakandal hukum dan politik.
Demikian juga membiarkan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto diperiksa oleh Kejaksaan Agung sebagai jalan merintis munaslub agar Ketua Umum Golkar di rebut oleh Luhut Binsar Panjaitan dan Bahalil adalah skandal politik di rezim Jokowi saat ini.
Dua skandal itu tidak dapat dipahami dengan logika sehat dan nurani bersih dalam manuver politik kekuasaan yang sedang dilakukan oleh rezim saat ini.
Jelang Pilpres 2024 dengan di capreskannya Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI dan Mantan Menteri Jokowi oleh Koalisi Perubahan dan Persatuan yang terdiri dari Nasdem, Demokrat dan PKS bikin istana yang punya capres sendiri semakin ciut nyalinya.
Sebelum di capreskan, Anies Baswedan, cucu Pahlawan Nasional AR Baswedan itu telah banyak meraih dukungan dan simpati dari publik secara luas dari berbagai pelosok penjuru negeri.
Tapi nampaknya Anies, mantan Rektor Paramadina itu bikin Istana ketar – ketir dan panas dingin. Dan rekayasa untuk menghambat dan menggagalkan Anies agar lolos sebagai capres pun terjadi.
Demokrat yang tergabung di KPP tidak hentinya – hentinya di rudung malang kekuasaan agar dapat di rebut oleh Moledoko, mantan Panglima TNI yang kini adalah anak buah Jokowi. Tindakan Moeldoko ini, skandal hukum, politik dan Undang – Undang.
Airlangga Hartanto, Ketua Umum Golkar setelah ketemu dengan Capres Anies Baswedan dan juga beberapa elit Golkar merapat ke acara Nasdem, di mana hadir Anies berikan pidato politiknya, pun di curagi Golkar berpaling ke Anies.
Rasanya tidak salah diasumsikan bahwa gonjang – ganjing untuk rebut Partai Demokrat dan upaya kudeta Ketua Umum Golkar dengan “desain kasus CPO” di Kejaksaan Agung dapat di duga di bawah komando Presiden Jokowi.
Dua skandal politik ini mestinya di adili oleh Publik. Karena tindakan itu bertentangan dengan sumpah dan janji Presiden Republik Indonesia.
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemarintahan harus berada di atas semua kelompok dan golongan. Presiden tidak boleh terjebak dalam politik kekuasaan yang gunakan alat – alat kekuasaan untuk singkirkan lawan politiknya demi meloloskan pilihan politiknya.
Saat Presiden Jokowi nyatakan akan “Cawe – Cawe” dalam menghadapi pilpres 2024 maka upaya pembegalan Partai Demokrat oleh KSP Jendral Moeldoko dan upaya merebut Kursi Ketua Umum Golkar oleh Jendral Luhut Binsar Panjaitan dan Bahalil: Dua skandal politik saat ini yang merisaukan publik.
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan terlihat sangat tidak arif dan bijaksana dalam persoalan percaturan capres dan pilpres 2024.
Sangat kuat dugaan: Jokowi bukan saja terlibat dalam skandal politik ini. Tetapi bahkan dianggap sebagai penyusun sutradara dan lakon panggung perpoltikan nasional. Ya. Sutradara sekaligus pemain ludruknya.
Cawe – cawe yang di deklarasikan oleh Jokowi membuat keruh dan gaduh nasional. Ini sekaligus menjatuhkan derajat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Jadi, seruan 100 Tokoh Penandatangan Petisi Pemakzulan Jokowi sangat beralasan !!!
Ciamis: 26 Juli 2023. (***)