Artikel ini Dibuat Oleh : Abdul Fickar Hadjar, Pengamat Hukum, Dosen FH Usakti 2008-2023
KORANPELITA.CO – Seringkali judul sebuah artikel, tulisan atau pun bahkan judul sebuah lagu atau film itu pasti akan menggambarkan isi atau substansi dari tulisan, artikel dan sebagainya. Tetapi ada kalanya juga judul itu dibuat sedemikian rupa agar menarik perhatian, sehingga menstimulasi khalayak untuk membaca, melihat atau mendengarkannya.
Lagu Bayar, Bayar ciptaan Kelompok Musik Sukatani tak terlepas dari kodrat itu. Demikianlah judul tuluisan ini: Bayar.., Bayar…. Kau Kutangkap, jelas judul ini terinspirasi juga oleh judul sebuah film yang cukup laris di zamannya : Kejarlah Daku Kau Kutangkap.
Tidak keliru bahwa pembahasan tulisan ini diinspirasi oleh peristiwa yang baru-baru ini terjadi yaitu permintaan maaf yang dilakukan kelompoki music Sukatani dari Purbalingga. Sukatani mengunggah video permintaan maaf kepada Polri dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari semua platform.
Dalam video permintaan maaf tersebut, dua personel Sukatani Muhammad Syifa Al Ufti alias Electroguy (gitaris) dan Novi Chitra Indriyaki alias Twistter Angels (vokalis) menjelaskan bahwa lagu itu bukan ditujukan untuk menyerang institusi Polri, melainkan sebagai kritik terhadap oknum tertentu.
Sebagaimana diakui bahwa lagu yang ditarik dari peredaran ini berisi kritik terhadap prilaku oknum-oknum polisi yang melanggar kewajibannya dan melanggar aturan sebagai aparatus negara.
Namun sesungguhnya materi yang diangkat dalam lagu ini sudah menjadi rahasia umum, banyak diketahui dan bahkan dimaklumi khalayak umum, misalnya dari pada buang-buang waktu ke pengadilan mengikuti sidang “tilang” (bukti pelanggaran) lebih sederhana “bayar ditempat”.
Artinya disatu sisi ada kesalahan oknum kepolisian dalam mengakomodir prilaku masyarakat ini, disi lain setidaknya juga ada andil prilaku menyimpang masyarakat yang menstimulasi aparatur kepolisian menerima denda tilang yang pasti tidak akan disetorkan juga ke kas negara.
Yang menarik dicermati sebenarnya proses lahirnya permintaan maaf yang muncul tiba-tiba dilakukan, secara logis tidak mungkin seseorang melakukan permintaan maaf tanpa sebab yang melatar belakanginya.
Kepolisian sendiri melalui Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol. Artanto membenarkan tentang klarifikasi yang dilakukan oleh petugas Direktorat Siber Polda Jawa Tengah terhadap personel band Sukatani.
Hasil klarifikasi menghargai kegiatan berekspresi dan berpendapat melalui seni, kepolisian juga menjelaskan tidak meminta band tersebut untuk melakukan klarifikasi maupun melakukan intimidasi (https://www.hukumonline.com/berita/a/begini-kronologi-advokasi-sukatani-setelah-video-minta-maaf-dirilis-lt67bd21efacb5d/?page=3).
Meski demikian pencabutan lagu Bayar, Bayar dan permintaan maaf kepada kepolisian justru mengindikasikan sebaliknya, bahkan berdasarkan pemberitaan kelompok music ini sampai dikejar ke Banyuwangi ketika berada di Bali.
Pertanyaan mendasar yang buru-buru harus diajukan adalah sejauh mana “tindakan” kepolisian (Jawa Tengah) melakukan klarifikasi yang kemudian menimbulkan pencabutan lagu Bayar-Bayar dan permintaan maaf ini dapat dikualifikasi sebagai tindakan yang profesional atau justru sebaliknya tindakan ini dapat dikualifisir sebagai tindakan yang melawan hukum?.
Pertanyaan ini menjadi urgen untuk diajukan mengingat tindakan tersebut (meski sudah diperiksa Propam Jawa Tengah) sudah menimbulkan tafsir pemasungan terhadap karya seni, dimana sebagai institusi negara yang professional justru semestinya mengapresiasi kritik, teguran atau masukan-masukan yang disampaikan oleh masyarakat.
Dengan kritik, teguran atau masukan terhadap institusi negara manapun yang mempunyai tugas pokok mensejahterakan kehidupan rakyat, institusi negara termasuk kepolisian seharusnya dapat terus menerus memperbaiki diri dan melakukan perubahan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih (clean goverments) sebagaimana dicanangkan Presiden Prabowo.
Tugas dan Kewenangan Kepolisian
Pasal 13 Undang-undang No.2 Tahun 2002 mengatur tentang tugas dan kewenangan Kepolisian antara lain: (1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, (2). Menegakan hukum, dan (3). Memberi perlidungan, pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat.
Dalam konteks tugas memelihara keamanan dan keteriban masyarakat, artinya kepolisian bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Tugas ini dalam praktek seringkali diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan mengatur, menjaga dan mengawal dan melakukan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintahan sesuai kebutuhan, kegiatan dalam menjamin keamanan dan ketertiban serta kelancaran lalu litas, membina masyarakat dalam menumbuhkan kesadaran hukum baik local maupun nasional.
Dalam konteks polisi sebagai penegak hukum, melaksanakan koordinasi pengawasan dan pembinaan teknis terhadap penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), menerima laporan atau pengaduan, menyelesaikan perselsihan antar warga, melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, menyelenggarakan identifikasi serta kedokteran kepolisian, mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang, mencari keterangan dan barang bukti serta menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional. Selain itu juga memberi bantuan pengamanan sidang dan pengamanan eksekusi putusan pengadilan.
Dalam konteks polisi sebagai pelindung, pengayom serta pelayanan masyarakat, kepolisian mengeluarkan surat izin surat keterangan yang diperlukan dalam masyarakat. Termasuk menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), memberi Surat Izin Keramaian bagi masyarakat yang mengadakan pesta, keramaian dan sebagainya, memberikan izin dan pengawasan penggunaan senjata api, serta perizinan jasa pengamanan.
Jika diamati secara menyeluruh, tugas dan kewenangan kepolisian Indonesia itu hampir meliputi semua aspek kehidupan masyarakat, dari kewenangan yang begitu besar tidak ada satupun kewenangan untuk mengawasi kreatifitas masyarakat khususnya dalam melahirkan karya seni.
Meski dalam hukum pidana dikenal ada ketentuan yang mengatur tentang “ujaran kebencian”, “perbuatan tidak menyenangkan” dan sebagainya. Tetapi fungsi kepolisian sebagai penegak hukum tidak boleh digunakan secara sewenang-wenang untuk mempidanakan (mengkriminalisasi) masyarakat utamanya dalam konteks kebebasan berekspresi khususnya dalam melahirkan karya seni.
Sebagaimana halnya dalam dunia penyebaran informasi (pemberitaan), undang-undang Press mengakomodasi keberatan terhadap suatu pemberitaan melalui “pemberitaan tandingan” atau jika terbukti keliru diakomodir dengan “ralat”. Begitulah seharusnya sebuah karya seni diperlakukan. Artinya jika keberatan terhadap sebuah lagu, buatlah lagu tandingan, situasi inilah akan benar benar menggambarkan bahwa kita hidup di alam demokrasi.
Perlindungan dari Kesewenangan
Meski Komisi Kepolisian Nasional ((KOMPOLNAS) melalui seorang komisionernya sudah mengklarifikasi dan menyatakan bahwa Sukatani bisa kembali menyanyikan lagi lagu Bayar, Bayar (https://youtube.be/141EpoYdAMY?si=n4X0o9LIf-PUzYXC) dan ini sama artinya tidak harus mencabut lagu dari platform digital-red).
Tetapi peristiwa ini sudah sedemikian rupa menciptakan traumatis tidak melulu hanya kepada kelompok music Sukatani, karena itu dibutuhkan kepastian jaminan keamanan dan kenyamanan dalam berkarya seni yang harus ditegaskan oleh negara.
Demikian juga meski Propam Jawa Tengah sudah melakukan pemeriksaan pada personil polisi yang melakukan “pengejaran” terhadap Sukatani sampai ke Banyuwangi, sewajarnya melakukan pengkajian ulang penilaian atas langkah-langkah klarifikasi yang dilakukan terhadap personil Kepolisian Jawa Tengah dalam konteks penyelidikan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Satu dan lain hal selain penegasan atas langkah perlindungan dari kesewenangan juga untuk menjaga nama baik dan citra kepolisian dalam sebuah negara hukum demokrasi Republik Indonesia.