Jakarta, Koranpelita.co – Pendekatan Restorative Justice (RJ) yang dilakukan Kejaksaan selama ini banyak sekali memberikan manfaat. Karena tidak hanya mengatasi “over capacity” dan “over crowded” di Lembaga Pemasyarakatan (LP) maupun Rumah Tahanan Negara (Rutan)
“Tapi juga mampu menghemat penggunaan keuangan negara sekitar Rp. 91,9 milyar,” ungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Prof Asep Nana Mulyana kepada Koranpelita.co, Rabu (02/09/2024)
Asep menyebutkan penghematan tersebut terjadi karena negara tidak perlu lagi mengeluarkan biaya-biaya misalnya untuk mengantar jemput tahanan dari Rutan atau Lapas ke pengadilan, panggilan saksi dan ahli.
“Selain biaya bawa barang bukti untuk proses sidang dan bahkan biaya makan minum terpidana,” ucap Asep yang menyampaikan hal yang sama saat bertemu secara informal dengan Chief Prosecutor Kejaksaan Portugal Carlos Teixeira dan Jaksa Agung Timor Leste Alfonso Lopes di Baku, Ajerbaizan.
Asep mengungkapkan dalam pertemuan tripartit secara informal, ketiganya sebagai perwakilan jaksa Indonesia, Portugal dan Timor Leste juga sama-sama memandang pentingnya peran Jaksa dalam penanganan perkara pidana berikut “output” ataupun “outcome” yang menyertainya.
Oleh karena itu, ucapnya, seperti di Indonesia posisi Jaksa di Portugal dan Timor Leste memiliki kewenangan mengendalikan penangan perkara. “Termasuk menyeleksi dapat tidaknya suatu perkara diajukan ke sidang pengadilan,” ujar mantan Kajari Semarang ini.
Adapun menurut Chief Prosecutor Portugal Carlos Teixeira dari sebanyak 30 ribu perkara tindak pidana yang terjadi di Portugal sekitar 80 persen diselesaikan di Kejaksaan dalam setiap bulannya.
Asep mengatakan dari penuturan Carlos bahwa meskipun Jaksa di Portugal berwenang menghentikan semua perkara pidana. “Tapi yang dihentikan umumnya tindak pidana pencurian, penganiayaan ringan, kekerasan dalam rumah tangga. Serta tindak pidana yang termasuk kategori delik semi public,” ujarnya.
Sementara itu Jaksa Agung Timor Leste Alfonso Lopes kepada Asep dan Carlos mengungkapkan hal yang sama dilakukan Kejaksaan Timor Leste, dimana setiap bulannya menghentikan sekitar 50 persen perkara pidana dari sekitar 300 perkara yang ditanganinya.
“Penghentian dilakukan melalui instrument arquiva mento, dimana Jaksa di Timor Leste dapat melakukan penilaian untuk tidak melanjutkan perkara pidana ke sidang pengadilan,” kata Alfonso.
Alfonso menyebutkan penghentian perkara juga dilakukan Jaksa tidak terbatas terhadap berkas hasil penyidikan Polisi. “Tapi seperti di Portugal, Jaksa di Timor Leste dapat meminta untuk dihentikan perkaranya, meskipun perkara sedang ditangani Kepolisian.” Lebih dari itu, katanya, lagi, Jaksa atas inisiatifnya sendiri dapat melakukan proses penyidikan dan mengambil alih penyidikan yang dilakukan polisi.
Dia menambahkan Jaksa selaku pengendali perkara (dominus litis) dapat menentukan layak tidaknya dilimpahkan ke Pengadilan terhadap seluruh perkara pidana. “Tapi pada umumnya yang tidak dilanjutkan yaitu delik aduan, penganiayaan ringan, pencurian dan perkara tindak pidana ringan lainnya.”
Tanpa Persetujuan Pengadu
Namun, kata Asep, ada yang menarik seperti disampaikan Jaksa Agung Timor Leste yaitu jaksanya dapat langsung menghentikan perkara katagori delik aduan tanpa menunggu persetujuan orang yang mengadu.
“Jika pihak pengadu tidak sependapat keputusan Kejaksaan Distrik, maka mereka dapat mengajukan keberatan kepada Kejaksaan Tinggi. Meskipun tanpa kehadiran para pihak yang berperkara,” ungkapnya.
Adapun penuturan Alfonso kepada kedua koleganya bahwa selama dia menjadi Jaksa Agung Timor Leste hampir tidak ada keberatan dari pengadu yang penanganannya berlarut-larut. “Sebagian besar perkara yang dihentikan Jaksa diterima semua pihak, baik itu korban maupun pengadu,” ujarnya.
Asep mengatakan ketiga Jaksa dari Portugal, Timor Leste dan Indonesia mengakhiri pertemuan dengan sama-sama menyepakati untuk memperkuat kerjasama dan kolaborasi dalam penegakan hukum ketiga negara.
“Terutama dalam penanganan perkara lintas negara dan sangat dimungkinkan mengingat legal framework diantara ketiga negara itu memiliki banyak kesamaan,” kata mantan Kajati Jawa Barat ini.(yadi)