Jakarta, KoranPelita.co – Pemerintah Indonesia dalam waktu dekat segera akan memulangkan enam orang warganegara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke tanah air dari Thailand setelah mereka lolos dari tuntutan hukum negara tersebut.
Keberhasilan ke enamnya lolos dari tuntutan hukum tidak terlepas dari kerja keras Atase Kejaksaan di Kedutaan Besar Repblik Indonesia (KBRI) di Bangkok dalam memberikan bantuan hukum kepada ke enamnya yang menjadi korban TPPO.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengungkapkan ke enam WNI yaitu Eric Febrian, Raindy Wijaya, Hendriant Tritrahadi, Chelsy Alviana, Andrian dan Andrean Faust sebelumnya diamankan di Provinsi Chianag Rai, Thailand setelah diseberangkan secara illegal dari Tachilek, Myanmar.
“Mereka kemudian ditahan karena dianggap melarikan diri dan tidak menghadiri siding dakwaan illegal entry, penyebaran penyakit menular lain, dan pelanggaran protokol Covid-19 pada Juli 2022,” tutur Ketut dalam keterangannya, Minggu (29/07/2023).
Akibatnya, kata dia, ke enam orang tersebut tidak dapat segera kembali ke Indonesia karena harus menjalani proses pidana di Thailand serta adanya Perintah Penahanan oleh Pengadilan Chiang Rai.
“Meskipun mereka telah ditetapkan sebagai korban TPPO oleh Department Anti-Trafficking in Persons (DATIP) Thailand di Mae Sot pada November 2022,” ujarnya seraya menyebutkan saat proses hukum sedang berjalan ada pihak yang mengajukan penjaminan bersyarat.
“Sehingga membuat ke enamnya dapat dibebaskan dari tahanan. Namun bukannya dipulangkan ke Indonesia, mereka justru dikirim ke Myawadee, Myanmar melalui Provinsi Mae Sot, Thailand,” ungkap Ketut.
Hentikan Penuntutan
Dia menyebutkan ke enamnya selama di Myawadee dipaksa harus bekerja sebagai scammer selama tiga bulan hingga akhirnya dipulangkan oleh pihak perusahaan ke Provinsi Mae Sot, Thailand.
“Melihat hal itu Virgaliano Nahan selaku Atase Kejaksaan KBRI di Bangkok kemudian melakukan komunikasi dengan pihak Kejaksaan Kerajaan Thailand (Office of Attorney General) terkait status ke enam korban TPPO yang tidak dapat kembali ke Indonesia akibat adanya perintah penahanan dari Pengadilan Chiang Rai,” ujarnya.
Ketut mengatakan upaya tersebut ternyata tidak berhasil karena hukum pidana Thailand tidak dapat membebaskan ke enam korban TPPO karena dianggap telah melakukan tindak pidana.
Oleh karena itu, kata dia, Atase Kejaksaan KBRI di Bangkok kemudian menyusun argumen hukum agar Kejaksaan Kerajaan Thailand dapat melakukan penghentian penuntutan di wilayah Pengadilan Chiang Ray terhadap ke enam WNI tersebut.
“Salah satunya berdasarkan Palermo Convention, korban dari TPPO tidak dapat dipidana atas perbuatan pidana yang terpaksa dilakukan, sehubungan dengan statusnya sebagai korban dan memberikan bukti-bukti akurat,” ucapnya.
Dia menuturkan setelah enam bulan pihak Atase Kejaksaan KBRI di Bangkok mengajukan permohonan penghentian penuntutan akhirnya pada 25 Juli 2023, Pengadilan Chiang Rai mengizinkan Kejaksaan Provinsi Chiang Rai untuk menghentikan penuntutan terhadap ke enam WNI korban TPPO.
“Berkat penghentian penuntutan tersebut ke enamnya akan kembali ke Indonesia dalam waktu dekat sambil menunggu proses keimigrasian,” ucap juru bicara Kejaksaan Agung ini.
Dia menyebutkan juga penghentian penuntutan dengan alasan ke enamnya adalah korban dari TPPO merupakan sejarah penghentian penuntutan pertama di Thailand. “Selain harus melalui proses panjang dari Jaksa Agung Thailand di Bangkok dan Kejaksaan Provinsi Chiang Rai.”
Ketut menambahkan sebagai informasi masih banyak WNI yang terperangkap dan harus bekerja di negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, Laos, dan Filipina. “Sehingga Atase Kejaksaan KBRI di Bangkok mengharapkan bagi WNI yang bermaksud mencari pekerjaan di kawasan-kawasan tersebut, harus selalu berhati-hati serta melaporkan keberadaannya kepada KBRI setempat.”(yadi)