Jakarta, Koranpelita.co – Segera sidangkan kasusnya terkait dugaan korupsi dalam tata niaga timah, Kejaksaan Agung jemput dan pindahkan tempat penahanan mantan Direktur Operasi Produksi (Dirop) PT Timah yakni tersangka AA (Alwin Albar) dari Bangka ke Jakarta tepatnya ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Kamis (05/12/2024).
Pemindahan tempat penahanan dari semula di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sungailiat, Bangka dilakukan seusai AA divonis tiga tahun penjara terkait korupsi pengadaan peralatan washing plant pada PT Timah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pangkalpinang, Bangka pada Selasa (03/12/2024) lalu.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung mengatakan penjemputan terhadap tersangka AA dilakukan tim penyidik pidana pada JAM Pidsus di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang setelah yang bersangkutan tiba dari Pangkal Pinang, Bangka hari ini.
“Selanjutnya tersangka dibawa ke Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung untuk dicek kesehatan dan kemudian dibawa ke Kejari Jakarta Selatan untuk dilakukan penyerahan tersangka dan barang-bukti atau tahap dua ke penuntut umum,” tutur Harli kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Kamis (05/12/2024),
Adapun, kata Harli, penjemputan tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penangkapan JAM Pidsus Nomor: Print-57/F.2/Fd.2/10/2023 tanggal 12 Oktober 2023 jo. Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor: Prin-23/F.2/Fd.2/03/2024 tanggal 7 Maret 2024 jo. Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-23/F.2/03/2024 tanggal 7 Maret 2024.
Sedangkan peran tersangka AA di kasus timah, tutur Harli, yaitu saat menjabat sebagai Dirop PT Timah tahun 2017-2020 bersama-sama terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Dirut PT Timah dan terdakwa Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah mengeluarkan kebijakan untuk tidak menambang sendiri di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
“Melainkan membeli bijih timah dari penambangan ilegal yang menambang di wilayah IUP PT Timah dengan menggunakan mitra jasa penambangan dan mitra borongan pengangkutan dengan metode jemput bola serta pengaman aset,” ungkapnya.
Namun senyatanya, tutur Harli, PT Timah membeli bijih timah yang ditambang dari IUP PT Timah sendiri oleh penambang ilegal maupun kolektor timah ilegal di Provinsi Bangka Belitung.
Selain itu, ungkapnya, disaat Dinas ESDM Provinsi Babel pada tahun 2018 tidak menerbitkan persetujuan RKAB kepada beberapa smelter swasta yang juga memperoleh bahan baku dari penambang ilegal dan kolektor timah ilegal, tersangka AA bersama terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan terdakwa Emil Ermindra melakukan permufakatan jahat dengan para terdakwa lainnya.
“Mereka yaitu terdakwa Harvey Moeis, terdakwa Robert Indarto, terdakwa Suwito Gunawan, terdakwa Fandi Lingga, terdakwa Hendry Lie dan terdakwa Tamron Als Aon dengan cara seolah-olah bekerjasama dalam pemurnian dan pelogaman timah,” tuturnya.
Padahal senyatanya, ucap Harli, PT Timah membeli bijih timah dari penambang ilegal melalui 12 perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Refined Bangka Tin, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV. Venus Inti Perkasa.
Selain itu, tuturnya, biaya pemurnian dan pelogaman yang disepakati sebesar 3.700 hingga 4.000 dolar AS lebih tinggi dari yang biasanya dikeluarkan PT Timah berkisar antara 1.000 hingga 1.500 dolar AS per metrik ton. “Sehingga akibat perbuatan tersebut negara diduga dirugikan sebesar Rp300 triliun,” ujar Harli.(yadi)