Diduga Terima Suap Rp1 M, Giliran Oknum Panitera Pengadilan Ditahan Terkait Kasus Tanah PT Pertamina

Jakarta, Koranpelita.co –  Setelah tiga oknum hakim di Pengadilan Negeri Surabaya. Kini giliran seorang oknum panitera pengadilan yaitu RP ditahan Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta (Kejati DKJ) di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Rabu (30/10/10204).

Oknum panitera pengadilan RP yang pernah bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan kini di Pengadilan Tinggi Banten ditahan setelah dijadikan tersangka oleh Kejati DKJ dalam kasus dugaan korupsi terkait masalah tanah milik PT Pertamina di Jalan Pemuda Rawangan yang nyaris hampir dua tahun tidak terdengar kabar pengusutannya.

“Karena tersangka RP diduga menerima uang suap sebesar Rp1 miliar dari terpidana AS terkait eksekusi sita uang sebesar Rp244,6 miliar yang melibatkan tanah milik Pertamina di Jalan Pemuda,” ungkap Kasipenkum Kejati DKJ Syahron Hasibuan dalam keterangannya, Selasa (20/10/2024).

Syahron menyebutkan pemberian uang suap tersebut dilakukan terpidana AS melalui saksi DR dalam bentuk cek yang dicairkan saksi DR atas perintah tersangka RP dan diserahkan bertahap baik melalui transfer maupun tunai.

“Adapun pemberian uang suap untuk mempercepat proses eksekusi putusan perkara Peninjauan Kembali Nomor 795.PK/PDT/2019  yang mengharuskan Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp244,6 miliar kepada ahli waris pemilik tanah yakni terpidana AS,” tuturnya seraya menyebutkan tersangka RP dalam kasus ini disangka melanggar Pasal 12 huruf b, Pasal 11, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Tentang Pemberantasan Korupsi.

Syahron menambahkan penahanan tersangka RP dilakukan sebagai bagian dari upaya Kejati dalam menangani dan menindaklanjuti kasus dugaan korupsi tanah Pertamina yang melibatkan aktor peradilan. “Kejati DKJ juga berkomitmen untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas.” Ujarnya.

Seperti diketahui kasus tanah Pertamina mulai diusut sejak Kajati DKI dijabat Febrie Adriansyah kini JAM Pidsus menyusul dikeluarkannya Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-3026/M.1/Fd.1/12/2021 tanggal 20 Desember 2021.

Kasusnya kemudian ditingkan ke penyidikan saat Kajati DKI dijabat Reda Manthovani kini JAM Imtelijen. Namun setelah terjadi pergantian Kajati dari Reda kepada Narendra Jatna kini JAM Datun dan Rudi Margono kini Kepala Badan Diklat Kejaksaan pengusutannya tidak lagi nyaris terdengar.

Baru setelah Kajati DKI kini dijabat Patris Yusrian Jaya kasus tanah milik Pertamina diusut kembali oleh tim penyidik pidana khusus di bawah komando Aspidsus Syarief Sulaeman Nahdi.

Adapun kasusnya berawal ketika PT Pertamina selaku pemilik tanah seluas 1,6 hektar di Jalan Pemuda Rawangun digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta oleh OO Binti Medi pada tahun 2014.

Penggugat mengaku sebagai pemilik tanah seluas 12.230 M² berdasarkan surat tanah terdiri dari Verponding Indonesia Nomor C 178, Verponding Indonesia No C 22 dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi No. 28.

Gugatan tersebut kemudian hingga tingkat PK dimenangkan penggugat selaku ahli waris dari A Supandi dan bukan milik Pertamina sehingga PT Pertamina dihukum untuk membayar ganti rugi tanah sebesar Rp244,6 miliar.

Namun belakangan seperti disampaikan Kasipenkum Kejati DKI Jakarta saat dijabat Ashari Syam bahwa setelah adanya putusan tersebut terungkap 2 surat Verponding Indonesia dan 1 Surat Ketetapan Pajak yang dijadikan dasar gugatan oleh OO Binti Medi, diduga palsu.

“Oleh karenanya, diduga ada penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum dan/atau penerimaan uang terkait proses peradilan perdata maupun pelaksanaan putusan pengadilan,” ujarnya.

Selain itu, katanya, mengakibatkan PT Pertamina dirugikan sebesar Rp244,6 milyar. Sebab, PT Pertamina tidak pernah melaksanakan putusan pengadilan tersebut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 244,6 milyar.

“Namun milik PT Pertamina telah disita eksekusi oleh Juru Sita PN Jakarta Timur melalui PN Jakarta Pusat dari rekening Bank BRI milik PT Pertamina,” tuturnya. Padahal, kata Ashari, pihak PT Pertamina tidak pernah memberikan ataupun memberitahukan nomor rekening bank BRI tersebut untuk kepentingan sita eksekusi.(yadi)