Jakarta, Koranpelita.co – Paradigma penegakan hukum di Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan signifikan. Dari pendekatan bersifat retributif berfokus pembalasan dan penghukuman pelaku mulai beralih ke pendekatan modern, efisien dan terpadu.
“Salah satunya pendekatan keadilan restoratif, korektif, rehabilitatif atau dikenal dengan Restoratif Justice,” tutur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana pada “Kuliah Umum” yang diselenggarakan Program Pascasarjana Universitas Borobudur di Aula Universitas Borobudur, Jakarta, Sabtu (14/09/2024).
JAM Pidum menyebutkan pendekatan “Restoratif Jusctice” atau keadilan restorasi atas dasar pemulihan keadaan semula, pertama kali melakukan tindak pidana (the first offender) serta telah ada perdamaian. “Sehingga tidak terjadi lagi kasus seperti Kakek Sarmin dan Nenek Minah,” katanya seraya menyebutkan di sisi lain pendekatan tersebut juga dapat menghemat keuangan negara.
Dia menambahkan dalam KUHP 2023 telah diakomodir alternatif pemidanaan berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang juga lebih bersifat restoratif, korektif dan rehabilitatif. “Berupa pencegahan, pembinaan, pembimbingan, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, menumbuhkan rasa penyesalan dan rasa bersalah dari pelaku tindak pidana,” katanya.
Adapun, kata dia, visi besarnya menciptakan sistem hukum yang tidak hanya modern dan efisien. “Tapi juga inklusif dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat dengan lebih mudah dan transparan,” ujarnya dalam kuliah umum dengan tema “Hukum Sebagai Panglima dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.
Asep pun menegaskan perubahan tersebut bagian dari upaya menciptakan sistem hukum yang tidak hanya didasarkan kepastian hukum. “Tapi menjunjung tinggi nilai keadilan dan efektif memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas.”
Oleh karena itu, katanya, penegakan hukum hanya berfokus balas dendam dan hukuman penjara sudah tidak relevan lagi. “Kami ingin menciptakan sistem hukum yang lebih manusiawi dengan menjaga harkat martabat manusia yang mampu mengembalikan harmoni dalam Masyarakat,” katanya.
Efisien dan Transparan
Dibagian lain JAM Pidum menekankan pentingnya penerapan konsep ideal Sistem Peradilan Pidana Terpadu atau Integrated Criminal Justice System (ICJS) yang memungkinkan berbagai elemen dalam proses penegakan hukum, mulai dari penyidikan, penuntutan, peradilan, hingga eksekusi saling berkoordinasi dan bekerja secara sinergis sejak awal penangan perkara.
“Konsep ideal ICJS juga akan membuat proses penegakan hukum dapat berjalan lebih efisien dan transparan. Sehingga dapat mengurangi potensi penyimpangan dan memastikan keadilan benar-benar ditegakkan,” ujar mantan Kajari Semarang ini.
Dia menyebutkan ICJS adalah upaya untuk memastikan proses penegakan hukum tidak hanya berjalan sesuai prosedur. “Tapi dalam penerapannya terdapat saling sinergi dalam satu kesatuan penegakan hukum didasarkan prinsip keadilan yang kita junjung tinggi,” ujarnya.
JAM Pidum juga menguraikan arah kebijakan pembangunan hukum Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
“Kebijakan tersebut menitikberatkan pada supremasi hukum yang didukung kepastian, keadilan, dan kemanfaatan, serta berlandaskan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ucapnya.
Kemudian, ujarnya, transformasi sistem penuntutan dan peningkatan akses terhadap keadilan juga menjadi prioritas utama, di mana pemamfaatan kemajuan teknologi informasi mendukung dalam penegakan hukum modern khususnya transformasi penuntutan serta memainkan peran penting dalam mendukung pengawasan terhadap proses penegakan hukum.(yadi)