Jakarta, KoranPelita.co – Kejaksaan Tinggi Sulawesi tenggara menetapkan dua tersangka baru kasus dugaan korupsi pertambangan orel nikel diareal konsensi PT Aneka Tambang yang disidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
Salah satunya yaitu SM selaku Kepala Geologi dan mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Sedangkan satu tersangka lain yaitu EVT selaku Evaluator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya pada Kementerian ESDM.
Keduanya pun telah ditahan Tim penyidik Kejati Sulawesi Tenggara dan dititipkan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jakarta sejak Senin (24/07/2023) untuk selanjutnya dipindahkan hari ini ke Rutan Kendari.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengungkapkan baik SM maupun EVT sebelum ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan telah menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar pada JAM Pidsus.
“Adapun dari hasil penyidikan keduanya diduga terlibat korupsi kegiatan pertambangan ore nikel di wilayah izin usaha pertambangan PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara,” ungkapnya.
Sedangkan perannya, tutur Ketut, yaitu tersangka SM dan tersangka EVT telah memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKB).
“Selain beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan,” tuturnya.
Padahal, kata dia, PT KKP tidak punya deposit atau cadangan nikel di Wilayah IUP-nya. “Sehingga dokumen RKAB (dokumen terbang) dijual kepada PT Lawu Agung Mining (LAM) yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam, seolah-olah nikel berasal dari PT KKP dan beberapa perusahaan lain,” ujarnya.
Dia menyebutkan akibat perbuatan dari kedua tersangka membuat kekayaan negara berupa ori nikel milik negara atau PT Antam dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT LAM, PT KKP dan beberapa pihak lain.
Ketut menuturkan berdasarkan perhitungan sementara auditor keseluruhan aktivitas pertambangan di blok Mandiodo telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,7 Triliun.
Dia menambahkan dengan penetapan dua tersangka baru maka jumlah tersangka menjadi tujuh orang. Lima tersangka sebelumnya yaitu WAS selaku pemilik PT LAM, OS selaku Direktur PT LAM, GL selaku Pelaksana Lapangan PT LAM, HW selaku General Manager PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel Konawe Utara dan AA selaku Direktur Utama PT KKP.(yadi)