Tangerang,koranpelita.co – Pengadilan Negeri kelas 1 A Khusus Tangerang menjadi buah bibir oleh para pencari keadilan menyusul putusan majelis hakim terhadap terdakwa H. Sutrisno Lukito Disastro 3 tahun penjara diduga syarat dengan pesananan.
Atas putusan yang dinilai berlebihan tersebut terdawa Sutrisno minta majelis hakim jatuhkan hukuman 30 tahun penjara atau hukuman mati.
Hal itu disampaikan Sutrisno setelah Majelis Hakim yang diketuai Agus Iskandar dengan hakim anggota Wadji Pramono dan Besman Simarmata di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang, Jumat (28/7/2023).
Sidang dengan agenda pembacaan putusan itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) hadir Syahanara Yusti Ramadona, Fattah Ambiya Fajarianto, dan Eva Novyanti R. Nababan.
Sedangkan terdakwa didampingi Tim Penasihat Hukum dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pimpinan Pusat (LBH-AP PP) Muhammadiyah Jakarta. Hadir pada pembacaan vonis tersebut Gufroni, Ewi Paduka, Suyanto Londrang, Daniel Heri Pasaribu, Hafizullah, dan Syafril Elain.
Surat putusan dibacakan secara bergantian antara Hakim Agus Iskandar dengan Wadji Pramono. Majelis hakim sependapat dengan JPU dan tidak sependapat dengan pembelaan yang dilakukan oleh tim penasihat hukum. Oleh karenanya, majelis hakim menjatuh vonis terhadap terdakwa Sutrisno selama 3 tahun penjara potong masa tahanan.
BACA JUGA : Kejagung Sita Eksekusi Aset Bentjok di Surakarta-Sukohardjo untuk Bayar Uang Pengganti Rp6 T
Seusai majelis hakim membacakan vonis, terdakwa Sutrisno minta ijin bicara. “Saya minta ijin bicara Yang Mulia,” tutur Sutrisno.
“Ya, silakan,” ujar hakim Agus Iskandar.
“Sejak awal, saya katakan ini adalah opera peradilan yang sesat. Saya minta vonis itu direvisi Yang Mulia menjadi 30 tahun penjara atau dihukum mati. Terima kasih Yang Mulia. Tiga puluh tahun Yang Mulia, jangan tiga tahun,” tutur Sutrisno.
Mendengar permintaan hukuman yang tidak lazim itu majelis hakim terdiam. Sebelum menanggapi permintaan terdakwa Sutrisno, salah seorang penasihat hukum terdakwa yakni Daniel Heri Pasaribu langsung menyambut ucapan terdakwa Sutrisno.
Kami tidak pikir-pikir. Kami langsung nyatakan banding. Supaya rekan-rekan wartawan bisa melihat bahwa permainan ini masih berlanjut. Mulai dari proses penyidikan, penuntutan, bahkan para pengecut di balik jubbah memainkan ini. Silakan saya diproses contempt of court,” ucap Daniel lantang.
“Yang Mulia tidak pernah menunjukkan bukti kepada terdakwa. Pengecut di balik jubbah,” tutur Daniel kembali.
Seusai sidang, terdakwa Sutrisno berdalih mengajukan dihukum 30 tahun penjara atau hukuman mati, oleh karena saksi pelapor Idris tidak punya bukti kepemilikan otentik atas empang/tanah seluas 15.000 meter persegi di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang. Begitu JPU tidak mampu menghadirkan bukti otentik tentang kepemilikan tanah Idris selama sidang berlangsung.
“Yang dihadirkan di dalam persidangan hanya beberapa lembaar surat girik yang aneka rupa dan aneka bentuk. Saya berulang kali minta kepada majelis hakim agar jaksa membawa bukti otentik tapi tidak pernah dipenuhi. Ini benar-benar sidang dagelan,” ujar Sutrisno.
BACA JUGA : Pemerintah Terus Lakukan Perbaikan Sistem Untuk Mencegah Praktik Korupsi
Gufroni, penasihat hukum terdakwa lainnya mengatakan terdakwa Sutrisno dari proses persidangan ini layak dinyatakan bebas dari hukuman. “Sidang perkara ini memang tidak bisa disebut murni dan diduga ada campur tangan pihak lain,” ucap Gufroni yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (FH-UMT) itu.
Pada sidang tersebut, jaksa menyatakan pikir-pikir.
Sidang sebelumnya, saat pembacaan surat tuntutan, JPU minta kepada majelis hakim agar terdakwa Surtisno dituntut hukuman selama 5 tahun penjara, potong masa tahanan. (*/sul).