Kasus Pagar Laut Tangerang, JPU Ungkap Arsin dkk Manipulasi Laut Jadi Tanah Daratan

Jakarta, Koranpelita.co – Sidang kasus pagar laut Tangerang dengan terdakwa Kepala Desa Kohod non aktif Arsin dan kawan-kawan mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tpikor) Serang, Banten, Selasa (28/09/2025) kemarin

Para terdakwa dalam kasus ini yaitu Arsin bin (alm) Asip selaku Kepala Desa dan Ujang Karta bin Murjan selaku Sekretaris Desa. Kemudian Septian Prasetyo seorang pengacara selaku penerima kuasa dan Chandra Eka Agung Wahyudi karyawan swasta.

Ke empat terdakwa tersebut oleh Tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang didakwa secara berlapis melanggar Pasal 5, Pasal 12 dan Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi dalam kasus tersebut.

Adapun modusnya seperti disampaikan Tim JPU di depan majelis hakim yaitu Arsin dkk diduga memanipulasi perairan atau laut di wilayahnya menjadi seolah-olah tanah daratan dengan memalsukan dokumen atau surat-surat tanah sebelum menjual kepada pihak swasta.

Caranya, tutur Tim JPU,  antara lain Arsin dkk membuat surat keterangan tanah garapan dan surat keterangan riwayat tanah. Selain membuat surat pernyataan kepemilikan yang diketahui kepala desa, surat tidak sengketa, penguasan fisik bidang tanah dan belum bersertifikat.

Awalnya pada pertengahan tahun 2022 Arsin selaku Kepala Desa Kohod menawarkan tanah pinggir laut di wilayahnya yang belum bersertifikat kepada Manager Operasional PT Cakra Karya Semesta (CKS) saksi Denny Prasetya Wangsya.

“Saksi Denny kemudian melaporkan kepada Direktur PT CKS saksi Nono Sampono yang memutuskan tidak berminat membeli tanah karena belum bersertifikat,” ungkap Tim JPU di depan majelis hakim diketuai Hasanuddin yang juga Ketua Pengadilan Negeri Serang.

BACA JUGA:  Kejagung Berhasil Lelang Aset Mantan Dirkeu Jiwasraya Harry Prasetyo Senilai Rp2,7 M

                                                                                           Sepakati Bagi Hasil

Dari sinilah Arsin kemudian bertemu dengan Hasbi Nurhamdi (buron) yang membantu untuk menjualkan lahan dengan lebih dulu mengurus penerbitan SHM dan menjanjikan memberi uang Rp500 juta jika menerbitkan dokumen untuk syarat penerbitan SHM.

Diantaranya, ungkap Tim JPU, surat keterangan tanah garapan atas nama masyarakat tanpa dokumen pendukung. “Selain mengurus nomor obyek pajak (NOP) sehingga muncul SPPT PBB dan seakan-akan tanah itu merupakan daratan,” kata Tim JPU.

Tim JPU menuturkan dalam pertemuan itu Arsin dkk bersama Hasbi juga sepakat membagi uang hasil penjulan lahan laut ke masyarakat yang seolah-olah pemilik tanah sebesar 40 persen. “Sedangkan para terdakwa dan Hasbi kebagian 60 persen.”

Guna memuluskan aksinya Arsin meminta Ujang Karta selaku Sekdes mengumpulkan nama-nama warga desa yang akan dijadikan seolah-olah sebagai pemilik tanah dan dijanjikan diberi keuntungan.

“Setelah mengumpulkan 203 foto copi KTP dan KK warga desa, Ujang atas permintaan Arsin membuat 203 SKTG dengan luas lahan masing-masing sekitar 1,5 hektar. Sehingga luas lahan yang akan dimohon NOP seluas 300 hektar,” ungkap Tim JPU.

Bermodal inilah kemudian Hasbi bersama dua terdakwa lainnya Septian dan Chandra mengurus NOP dan SPPT PBB di Kantor Bapenda Kabupaten Tangerang yang pada akhirnya menerbitkan 203 SPPT PBB.

BACA JUGA:  Kejagung Berhasil Lelang Aset Mantan Dirkeu Jiwasraya Harry Prasetyo Senilai Rp2,7 M

                                                                              Kantor BPN Menyetujuinya

Selanjutnya, tutur Tim JPU, setelah seluruh dokumen untuk syarat penerbitan SHM selesai dibuat terdakwa Arsin bersama terdakwa Septian, terdakwa Chandra dan Hasbi datang ke kantor BPN dengan tujuan untuk memohon penerbitan SHM.

Meskipun lahan yang dimohon diketahui perairan atau laut, namun Kepala BPN Kabupaten Tangerang Joko Susanto tetap memerintahkan stafnya untuk verifikasi dan persetujuan atas 254 bidang tanah yang telah diukur Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB).

Sehingga akhirnya BPN Kabupaten Tangerang menerbitkan 260 SHM atas nama warga Desa Kohod yang dengan modal inilah Arsin pada tahun 2024 kemudian menghubungi kembali pihak PT CKS dengan tujuan untuk menjualnya.

Tim JPU menuturkan guna memudahkan dalam proses penjualan lahan yang berada di laut tersebut, statusnya diturunkan dari 269 SHM menjadi 243 SHGB tetap atas nama warga Desa Kohod dengan pengurusan melalui Kantor BPN Kabupaten Tangerang.

Setelah itu PT CKS setuju membeli dengan harga Rp10.000 permeter sehingga para terdakwa akan terima total pembayaran Rp33 miliar. Dengan pembayaran pertama Rp16,5 miliar atau 50 persen sampai sertifikat balik nama ke PT CKS. Serta 50 persen lagi setelah bisa diuruk dan dipakai.

BACA JUGA:  Kejagung Berhasil Lelang Aset Mantan Dirkeu Jiwasraya Harry Prasetyo Senilai Rp2,7 M

Terungkap kemudian PT CKS sebagaimana disampaikan Tim JPU dalam surat dakwannya menjual lagi lahan yang terdiri dari 243 HGB tersebut kepada PT Intan Agung Makmur sebesar Rp36 miliar.

Sementara dari hasil penjualan lahan tersebut terdakwa Arsin menerima uang pembayaran sebesar Rp16,5 miliar dari saksi Deni dari PT CKS. Dimana uangnya diserahkan Arsin kepada Hasbi yang kemudian membagi-bagikannya.

Antara lain, tutur Tim JPU, sebesar Rp4 miliar kepada Arsin yang untuk selanjutnya melalui Ujang dibagikan kepada masing-masing warga sebesar Rp15 juta. Sedangkan sisanya Rp12,5 miliar disimpan Hasbi sambil menunggu situasi kondusif karena kasusnya sudah mulai viral.

Adapun uang yang diterima Arsin sebagaimana disebutkan Tim JPU dalam surat dakwaannya yaitu sebesar Rp500 juta, terdakwa Ujang Karta sebesar Rp80 juga dan terdakwa Septian serta terdakwa Chandra masing-masing sebesar Rp250 juta.

Sidang selanjutnya ditunda majelis hakim hingga Selasa (08/10/2025) pekan depan dengan tahap pemeriksaan saksi-saksi karena para terdakwa tidak mengajukan eksepsi terhadap surat dakwaan Tim JPU.(yadi)