Jakarta, Koranpelita.co – Kejaksaan Agung tahan mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan yakni PB terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rel kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Penahanan terhadap PB dilakukan Kejaksaan Agung setelah melalui bidang Intelijen terlebih dahulu menangkapnya di Hotel Asri Sumedang, Jalan Mayor Abdurrahman pada Minggu (03/11/2024) sekitar pukul 12.55 WIB.
Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Abdul Qohar Affandi mengatakan selanjutnya berdasarkan alat bukti yang cukup PB ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor Tap-62/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 03 Nopember 2024.
“Tersangka PB juga kita tahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan,” ungkap Qohar didampingi Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Minggu (03/11/2024) malam.
Adapun, katanya, penahanan terhadap tersangka PB dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-52/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 03 November 2024.
Sementara itu kasus yang menjerat tersangka PB berawal ketika Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Medan pada 2017- 2023 melaksanakan proyek pembangunan jalan kereta api Trans Sumatera Railways.
Salah satunya, kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar menambahkan, yaitu pembangunan rel kereta api Besitang–Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Aceh dengan anggaran sebesar Rp1,3 triliun bersumber dari SBSN (Surat Berharga Syariah Negara).
Dalam pelaksanaannya tersangka PB memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) terdakwa Nur Setiawan Sidik (masih dalam proses sidang) memecah pekerjaan kontruksi menjadi 11 paket.
“Selain itu PB meminta terdakwa Nur Setiawan memenangkan delapan perusahaan dalam proses lelang,” kata Harli seraya menyebutkan kemudian Ketua POKJA Pengadaan terdakwa Rieki Meidi Yuwana (masih dalam proses sidang) atas permintaan terdakwa Nur Setiawan melaksanakan lelang konstruksi.
“Tanpa dilengkapi dokumen teknis pengadaan yang telah disetujui pejabat teknis dan pemilihan metode penilaian kualifikasi pengadaan bertentangan dengan regulasi pengadaan barang dan jasa,” ujarnya.
Selain itu, kata Harli, dalam pelaksanaan konstruksi diketahui pembangunan rel kereta api Besitang–Langsa tidak didahului studi kelayakan, tidak terdapat dokumen Penetapan Trase Jalur Kereta Api yang dibuat Menteri Perhubungan, serta KPA, PPK, Kontraktor.
Konsultan Pengawas, tuturnya, juga dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan rel kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan. “Sehingga jalur rel kereta mengalami amblas dan tidak bisa berfungsi,” ujarnya.
Dia pun menyebutkan dalam proyek tersebut tersangka PB diduga menerima fee melalui PPK terdakwa Akhmad Afif Setiawan (masih dalam proses sidanga) sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar.
Harli menuturkan akibat perbuatan tersangka PB menyebabkan rel kereta api Besitang–Langsa tidak dapat difungsikan sehingga diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,157 triliun lebih atau total lost.
Dalam.kasus ini tersangka PB disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.(yadi)