Guru Besar, Dosen dan BEM Undip Semarang Deklarasi Kritik Jokowi

Prof. Suradi Wijaya Saputra (kanan topi hitam). (Foto : Istmw)

KORANPELITA.CO – Hari ini Universitas Diponegoro Semarang (Undip) melangsungkan deklarasi dan kritik kepada Presiden Jokowi.

Dalam kegiatan pernyataan sikap bertajuk “Indonesia dalam Darurat Demokrasi” yang berlangsung di Taman Inspirasi Undip di Tembalang Semarang, dihadiri sekitar 30 Guru Besar para puluhan mahasiswa, Rabu (07/02/2024).

(Foto : Istmw)

Salah satunya Prof. Suradi Wijaya Saputra asal Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip yang hadir membacakan deklarasi. Prof. Suradi mengungkap, pembacaan deklarasi itu merupakan wujud keprihatinan atas melencengnya demokrasi elektoral. Adapun bagi Suradi, deklarasi ini tak luput dari kritik keras untuk Presiden Jokowi.

“Keprihatinan itu bermula dari runtuhnya etika dan moral, sejak adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 yang sesungguhnya sudah diputuskan bahwa itu adalah pelanggaran etika berat oleh Majelis Kehormatan MK. Diikuti pula oleh KPU, namun Gibran Rakabuming Raka tetap disahkan sebagai Cawapres,” ujar Prof. Suradi usai membacakan deklarasi.

Prof. Suradi bersama Guru Besar dan dosen Undip berharap penyimpangan dalam proses elektoral ini dapat terputus. Agar kelak, tak ada kejadian semacam ini yang hadir dalam pemilu 2024.

Dalam kesempatan ini, Prof. Suradi juga merespons Rektor Undip, Yos Johan Utama, yang menyatakan sikap untuk membuat pemilu kondusif. Menurutnya, video yang Prof. Yos Johan Utama unggah beberapa waktu lalu merupakan sikap Undip sebagai lembaga.

Suradi pun angkat bicara soal pihak kepolisian yang meminta petinggi kampus untuk membuat video apresiasi kinerja Jokowi.

“Ini juga jadi keprihatinan kami. Sangat memprihatinkan kalau sampai terjadi penekanan. Maka kita tolak. Hari ini adalah bentuk penolakan dari usaha intimidasi yang tadi sudah Pak Rektor garis bawahi. Jangan sampai itu terjadi,” tandasnya.

Berikut 5 poin yang disampaikan para Guru Besar, dosen dan BEM Undip berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi :

1. Hukum sejatinya dibuat sebagai alat untuk mencapai tujuan negara, bukan untuk mencapai tujuan kekuasaan belaka. Oleh karena itu kami imbau kepada segenap penyelanggara negara untuk mengembalikan tujuan dibentuknya hukum guna mencapai cita-cita luhur negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Memastikan penyelenggaraan pesta demokrasi yang aman dan damai, tanpa intimidasi dan ketakutan sesuai dengan koridor kewenangan, tugas dan tanggungjawab masing-masing.

3. Bahwa kondisi kehidupan berdemokrasi dewasa ini yang berjalan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan mengalami kemunduran menjadi pelajaran buruk bagi generasi mendatang. Oleh karena itu, kami mendesak penyelenggara negara untuk kembali kepada penegakkan pilar-pilar demokrasi Pancasila yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila.

4. Bahwa terdapat fakta adanya pencideraan terhadap nilai-nilai etika luhur yang seharusnya menjadi ‘benteng terakhir’ dalam mengawal konstitusi sekaligus pilar-pilar kehidupan demokrasi. Hari ini kita meilihat bagaimana nilai-nilai kehidupan berdemokrasi didegradasi secara terang-terangan, etika dan moral dalam kehidupan berdemokrasi telah dirusak hingga mencapai titik nadir. Untuk itu kami mendesak pemerintah dan mengimbau seluruh bangsa Indonesia untuk kembali menjunjung tinggi nilai etika dan moral dalam berdemokrasi, guna menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara dari potensi kerusakan yang lebih parah, sekailgus meningkatkan mutunya demi kemajuan bangsa.

5. Kami juga mengimbau seluruh rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan negara yang kewenangannya telah diberi legitimasi oleh konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945 untuk bersama-sama menjadi garda terdepan dalam mengawal kehidupan berdemokrasi, berbangsa dan bernegara serta tidak tinggal diam atas segala kerusakan etika dan moral yang terjadi dalam kehidupan berdemokrasi. (red1)