Penggunaan Aset Kripto Sebagai Kejahatan dalam Skala Besar Dapat Terjadi 

Jakarta, Koranpelita.co – Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (BAPPEBTI) jumlah pengguna aset kripto di Indonesia naik dari 11,2 juta pada tahun 2021 menjadi 16,55 juta pada tahun 2022 dengan nilai transaksi mencapai Rp296,66 triliun pada bulan November 2022.

Menurut Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Pertimbangan dan Pengembangan Hukum Asri Agung Putra data tersebut memberikan gambaran faktual potensi penggunaan aset kripto dalam kejahatan dapat terjadi dalam skala besar.

“Sehingga merespon kebutuhan hukum terkait aset kripto yang sering digunakan sebagai alat kejahatan atau sebagai hasil kejahatan, kini sedang disusun pedoman Jaksa Agung tentang penanganan aset kripto dan Surat Edaran tentang penanganan barang-bukti aset kripto dalam perkara pidana,” ungkap Asri saat membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Penanganan Aset Kripto dalam Perkara Pidana” di Jakarta, Rabu (04/10/2023).

Dia menyebutkan melalui Pedoman Jaksa Agung yang sedang disusun Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri nantinya pedoman tersebut akan menjadi petunjuk (guidance) bagi para jaksa dalam menangani aset kripto pada tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan.

Masalahnya, ungkap dia, terdapat berbagai kendala dalam praktik penanganan aset kripto sebagai barang bukti, antara lain metode atau tahapan penanganan aset kripto yang masih menggunakan metode konvesional dengan menkonversi aset kripto menjadi mata uang fiat (tunai).

“Kemudian metode penentuan nilai aset kripto yang belum pasti, kedudukan aset kripto sebagai barang atau alat bukti dan cara mengidentifikasi terhadap aset kripto setiap tahapan penanganan perkara,” ucapnya.

Padahal, kata dia, tanggung jawab pembuktian ada di pundak aparat penegak hukum. “Terutama dalam menjaga integritas saat menangani aset kripto. Baik tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang maupun pelaksanaan putusan pengadilan,” ujarnya.

Asri menyebutkan juga kalau aset kripto, merupakan barang bukti yang memiliki sifat yang sangat rentan, nilainya fluktuatif serta mudah berubah dan dipindahtangankan.

“Sehingga penangananya harus dilakukan dengan cepat dan tepat, terutama dalam pembuktian perkara pidana,” ujar mantan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ini.

Adapun, tuturnya, aset kripto sering digunakan sebagai alat kejahatan melalui skema pembobolan email bisnis, skema phising, pemerasan, ransomware, pembajakan kripto, skema ponzi, penipuan percintaan/pekerjaan.

“Selain bisnis layanan keuangan tidak berlisensi, dark web activity, pornografi anak, penjualan narkotika, perdagangan senjata, terorisme sampai pencucian uang,” ungkapnya.(yadi)