Jaksa Agung Burhanuddin Tunjuk Nanang Ibrahim Jadi Plh JAM Pidum

Jakarta, Koranpelita.co – Jaksa Agung ST Burhanuddin sudah menunjuk Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) yakni Nanang Ibrahim Soleh sebagai Pelaksana Harian (Plh) JAM Pidum.

Penunjukan Nanang sebagai Plh JAM Pidum untuk melaksanakan tugas sebagai JAM Pidum ternyata sudah berlangsung sejak JAM Pidum almarhum Fadil Zumhana sakit dan mendapat perawatan di Rumah Sakit hingga meninggalnya pada Sabtu (11/05/2024) lalu.

“Sudah, pak Nanang (Direktur Oharda) selaku Plh JAM Pidum semenjak beliau (almarhum JAM Pidum Fadil Zumhana) dirawat di rumah sakit,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (12/05/2024).

Belum diketahui sampai kapan  Nanang eks Kajati  Nusa Tenggara Barat ini merangkap jabatan sebagai Plh JAM Pidum. Karena masih harus menunggu keluarnya Keputusan Presiden (Kepres) Joko Widodo untuk mengangkat JAM Pidum baru sebagai pengganti Fadil.

Adapun almarhum Fadil Zumhana sejak menjabat JAM Pidum telah menyelesaikan 5.161 perkara berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) pada tindak pidana Oharda, tindak pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Kamnegtibum), hingga tindak pidana Narkotika.

Kini tugas tersebut dilanjutkan oleh Nanang selaku Plh JAM Pidum dan sekaligus Direktur Oharda dengan hari ini kembali memimpin ekspose untuk menyetujui lima permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu atas nama:

1. Tersangka Alfian Haris bin Suyatno dari Kejaksaan Negeri Tapin yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Gio Fernandes pgl Andes bin Syahbudin dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Ewin Saputra Siburian pgl Ewin dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan jo. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

4. Tersangka Oyorlis Boi bin (Alm) Mulianis dari Kejaksaan Negeri Dharmasraya, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan .

5. Tersangka Cherolus Pelealu dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Ketut mengungkapkan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap ke lima perkara diberikan antara lain karena telah dilaksanakan proses perdamaian yang dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

“Tersangka juga telah meminta maaf dan korban sudah memaafkan tersangka.  Serta tersangka dan korban setuju tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan. Karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar,”  tuturnya.

Alasan lain, ungkap dia, yaitu tersangka belum pernah dihukum dan baru baru pertama kali melakukan perbuatan pidana serta berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

“Kemudian ancaman pidana denda atau penjara dari kasus yang disangkakan juga tidak lebih dari 5 (lima) tahun, pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.

Ketut mengatakan Direktur Oharda selanjutnya memerintahkan para Kepala Kejaksaan Negeri yang memohon penghentian penuntutan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Hal itu, katanya,  sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(yadi)