Infografik ‘Kematian Mahsa Amini Picu Demo Besar di Iran’. Foto: kumparan
Jakarta, koranpelita.co-Pada 13 September lalu, seorang wanita muda berusia 22 tahun bernama Mahsa Amini ditangkap dan dianiaya oleh Polisi Moral Iran. Alasan penangkapan tersebut dikarenakan Mahsa Amini dianggap melanggar aturan hijab yang berlaku. Kemudian pada 16 September, Mahsa yang berasal dari Provinsi Kurdistan ini dinyatakan meninggal di rumah sakit setelah menjalani perawatan selama 48 jam karena penganiayaan tersebut.
Kematian Mahsa Amini akibat tindakan arogan aparat kepolisian memicu demonstrasi yang per hari ini masih bergejolak. Para wanita di Iran turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi menuntut kejelasan kematian Mahsa Amini, bahkan demonstrasi menyebar hingga ke 15 kota besar di penjuru Iran. Para wanita melakukan aksi potong rambut dan membakar hijab sebagai bentuk protes terhadap aturan yang ada dan juga melakukan protes terhadap pemerintah yang otoriter.
Seperti diwartakan detiknews, nama Mahsa Amini kini sejajar dengan nama seorang pedagang kaki lima asal Tunisia yang bernama Mohammed Bouazizi. Kedua nama tersebut menjadi simbol perlawanan terhadap rezim yang mengekang dan otoriter. Sebelumnya, pada 2010, Mohammed Bouazizi menjadi martir atas aksi bakar diri di depan gedung Wali Kota Ben Arous, Tunisia. Aksi yang dilakukan Bouazizi didasari oleh tindakan penyitaan barang dagangan serta pelecehan verbal oleh kepolisian setempat. Aksi bakar diri yang dilakukan Bouazizi mengakibatkan pecahnya aksi demonstrasi dan kerusuhan hingga Presiden Tunisia saat itu, Zine El Abidine Ben Ali mengundurkan diri dari jabatannya.
Aksi demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi di Tunisia kemudian menyebar ke negara-negara di Afrika Utara dan Arab seperti Aljazair, Libya, Mesir, Bahrain, Yaman, dan lain sebagainya dalam rentang dekade kedua abad ke-21 pada 2010 hingga 2012 bahkan sampai memicu perang saudara seperti di Libya. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Revolusi Melati atau Arab Spring. Kematian Bouazizi kala itu seperti percikan api yang membakar hamparan rumput kering. Namun, kondisi rezim politik negara-negara di Afrika utara dan Timur Tengah yang berkuasa cukup lama serta bersifat otoriter menjadi pemicu utama terjadinya Revolusi Mawar.
Kesamaan penderitaan yang dirasakan rakyat saat itu atas rezim yang otoriter serta tindakan aparat yang sewenang-wenang terhadap rakyat terlebih rakyat kecil menjadi penyebab mengapa Revolusi Mawar yang pada awalnya hanya terjadi di Tunisia menyebar ke negara-negara lainnya. Rasa jengah rakyat atas sikap otoriter pemerintah melalui tangan-tangan aparatur sipil menjadi dorongan utama atas apa yang terjadi satu dekade lalu.Rezim saat itu melakukan pembatasan segala informasi terkait apa yang terjadi sebagai upaya agar demonstrasi tidak meluas serta tidak menjadi semakin parah. Seperti yang dilakukan oleh rezim Hosni Mubarak di Mesir berupaya mematikan akses internet di negara Piramid tersebut sebagai upaya pembatasan informasi. Tetapi, rakyat yang benar-benar muak atas penindasan dan sikap otoriter pemerintah yang sangat lama tetap berjuang melepaskan diri dari penindasan yang dilakukan oleh rezim otoriter.
Terdapat kesamaan antara aksi demonstrasi yang terjadi di Iran saat ini dengan Revolusi Mawar. Pertama, rezim otoriter melalui aparatur sipilnya yang sering kali bersikap arogan menyebabkan rakyat Iran khususnya perempuan merasa dibatasi kebebasannya. Kedua, peristiwa yang menyebabkan kematian yang melibatkan aparatur sipil sebagai pelancar jalan rezim otoriter kemudian menyulut amarah dari rakyat untuk menentang pembatasan hak dan penindasan.Ketiga, kegagalan rezim dalam meyakinkan rakyat yang mulai jengah terhadap pemerintah atas penyelesaian peristiwa yang terjadi. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat atas pemerintah dan memicu aksi demonstrasi yang lebih besar. Keempat, kontrol atas demonstrasi yang dilakukan aparat dengan cara yang tidak seharusnya seperti tindakan represif ke demonstran bahkan sampai menimbulkan korban jiwa serta pembatasan akses informasi yang seharusnya diketahui oleh publik. Karenanya demonstrasi semakin memanas dan terjadilah kerusuhan hingga menyebar ke kota-kota besar di Iran.
Tidak hanya kesamaan, terdapat juga perbedaan antara aksi di Iran saat ini dengan apa yang terjadi beberapa tahun lalu di Afrika Utara dan Timur Tengah. Apa yang terjadi saat Revolusi Mawar didasari oleh penindasan terhadap rakyat kecil. Sementara di Iran aksi yang terjadi didasari oleh peraturan yang membatasi hak-hak wanita hingga ke cara berbusana serta peraturan-peraturan tersebut selalu dibenturkan dengan moral dan agama.
Hingga saat ini, demonstrasi di Iran masih belum mereda dan bisa saja memicu gelombang aksi di negara-negara lain hingga menimbulkan Revolusi Mawar Jilid II. Tetapi, jika melihat kondisi sosial-politik negara-negara di Timur Tengah khususnya negara tetangga Iran saat ini, aksi tersebut tidak akan separah seperti yang telah terjadi beberapa tahun lalu. Kondisi negara-negara Timur Tengah saat ini telah mengarah ke keterbukaan dan juga ke arah moderasi.Tidak menutup juga kemungkinan apabila demonstrasi terus berlanjut hingga rezim Iran saat ini yang dianggap otoriter digulingkan, maka akan terjadi hal yang sama terhadap negara-negara lain terlebih negara yang rezimnya bersifat otoriter. Apa yang terjadi di Iran saat ini dengan adanya peristiwa kematian Mahsa Amini juga menjadi penanda perlawanan feminisme di Iran untuk memperjuangkan hak-haknya yang dikekang oleh rezim melalui segara peraturan-peraturannya. (zis)
Latest posts by Admin (see all)