Harga batu bara meroket di pekan ini hingga mencapai rekor tertinggi nyaris satu dekade terakhir. Suplai dari China yang dikhawatirkan akan semakin ketat akibat plum rain menjadi pemicu melesatnya harga batu bara.
Melansir data Refinitiv, harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak bulan Juni melesat 10,19% di pekan ini ke US$ 118,9/ton. level tersebut merupakan yang tertinggi sejak September 2011.
Selain itu, harga batu bara juga membukukan penguatan dalam 5 pekan beruntun dengan total 39%.
Musim penghujan yang ekstrim tersebut berisiko mengganggu produksi hingga distribusi batu bara.
Sebagian besar tambang batu bara China terletak di provinsi utara. Saat musim hujan terjadi sering ada pemadaman listrik di area tambang. Hal ini juga berkorelasi positif dengan jumlah insiden kecelakaan tambang di China.
Pemerintah mengutip insiden banjir baru-baru ini di tambang batu bara di Xinjiang dan Shanxi sebagai pengingat bagi sektor tersebut. Faktor inilah yang membuat harga batu bara terus mengalami kenaikan.
Pasalnya saat permintaan untuk sektor pembangkit listrik meningkat tetapi pasokan tak memadai sehingga harga batu bara lokal terbang. Kenaikan fantastis harga batu bara China juga mendongkrak harga batu bara lain salah satunya adalah ICE Newcastle.
Harga batu bara dalam beberapa pekan terakhir bahkan masih melesat naik meski terjadi lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di berbagai negara terutama India, yang merupakan salah satu konsumen terbesar batu bara.
Sejak pertengahan April lalu, penambahan jumlah kasus Covid-19 di India meroket lebih dari 200.000 kasus per hari.
Bahkan puncaknya lebih dari 400.000 kasus per hari pada awal Mei lalu. Namun kabar baiknya di pekan ini penambahan kasus Covid-19 di India sudah turun ke bawah 200.000 per hari.