Jakarta, Koranpelita.co – Tim jaksa pengacara negara (JPN) pada JAM Datun Kejaksaan Agung belum lama ini memenangkan pemerintah atau presiden yang diwakilinya dalam sidang uji materi. Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Adapun putusan yang diketok majelis hakim MK diketuai Suhartoyo, Selasa (17/12/2025) pekan lalu yaitu menolak permohonan dari para pemohon terhadap uji materi kedua pasal untuk seluruhnya baik dalam perkara Nomor 142/PUU-XII/2024 maupun perkara Nomor 161/PUU-XXII/2024.
Kasubdit Uji Materi pada Direktorat TUN Sigit Prabowo yang juga anggota Tim JPN mengungkapkan MK sebelum memutus dalam pertimbangannya antara lain menyatakan norma dari kedua pasal UU Tipikor tetap konsitusional.
“MK juga menilai sangat tidak beralasan dalil dari para pemohon agar adanya penambahan frasa dengan sengaja dan dengan maksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan pada Pasal 3 UU Tipikor,” ucap Sigit kepada Koranpelita.co, Senin (29/12/2025).
Karena, kata Sigit, seperti disampaikan juga pemerintah dalam pendapatnya dan kemudian MK dalam pertimbangan bahwa jika kedua frasa tersebut dicantumkan sebagai unsur justru akan mempersempit cakupan dalam pemberantasan korupsi yang termasuk “extra ordinary crime”
MK pun menyebutkan bahwa unsur “melawan hukum” di dalam Pasal 2 ayat (1) serta unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan atau kedudukan” dalam Pasal 3 UU Tipikor pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari kesadaran pelaku atas akibat perbuatannya.
Sehingga menurut MK tidak diperlukan lagi kedua frasa sebagaimana yang dimohonkan para pemohon mengingat unsur tersebut telah menjadi bagian dari kehendak atau niat jahat (mens rea) pelaku tindak pidana korupsi.
“Tapi kalau memang harus disematkan maka itu menjadi tugas dari badan legislatif dan bukan wewenang MK,” tutur MK yang meskipun menolak uji materi, namun memahami penerapan dari kedua pasal sering menimbulkan diskursus karena potensi tafsir yang tidak tunggal.
Oleh karena itu MK pun dalam putusannya tetap mendorong pembentuk undang-undang untuk merumuskan ulang norma Pasal 2 dan Pasal 3 guna memperkuat (asas) kepastian hukum.
Sigit mengatakan keberhasilan Tim JPN memenangkan pemerintah atau presiden yang diwakili terkait uji materi tersebut tidak terlepas dari kesiapan dalam menghadirkan ahli dan bukti surat untuk meyakinkan MK.
Adapun pemohon uji materi dari kedua perkara masing-masing untuk perkara Nomor 142/PUU-XXII/2024 diajukan Nur Alam, Kukuh Kertasafari dan Syahril Japarin. Sedangkan perkara Nomor 161/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Hotasi D. P. Nababan.
Sedangkan alasan dari pemohon dalam mengajukan uji materi terhadap Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi karena pasal-pasal tersebut tidak pasti, multitafsir dan membuka ruang ketidakadilan.
Karena menurut para pemohon rumusan “melawan hukum” dan “dapat merugikan keuangan negara” dianggap terlalu luas, menimbulkan ketakutan bagi pejabat publik, serta tidak mewajibkan pembuktian niat jahat (mens rea) yang jelas.
Sehingga kedua pasal dianggap bertentangan dengan UUD 1945 karena menciptakan ketidakpastian hukum dan berpotensi disalahgunakan dalam penegakan hukum. Karena itu perlu penambahan frasa “dengan sengaja” dan “dengan maksud” di kedua pasal. (yadi)
- Tim JPN Menangkan Pemerintah Setelah MK Tolak Uji Materi Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor - 29/12/2025
- Pakar: KPK Harus Segera Perjelas Status Kajari Kabupaten Bekasi Nonaktif Terkait Dugaan Terima Suap - 28/12/2025
- Budi Triono Jadi Kajari HSU Gantikan Albertinus Napitupulu yang Dicopot dan Jadi Tersangka - 26/12/2025



